Sejarah bahasa Inggris
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
Sejarah bahasa Inggris
bermula
dari lahirnya bahasa Inggris
di pulau Britania
kurang lebih 1.500 tahun yang lalu. Bahasa Inggris adalah sebuah bahasa
Jermanik Barat yang berasal dari dialek-dialek Anglo-Frisia yang dibawa ke
pulau Britania oleh para imigran Jermanik dari beberapa bagian barat laut
daerah yang sekarang disebut Belanda dan Jerman. Pada awalnya, bahasa Inggris Kuno adalah sekelompok
dialek yang mencerminkan asal-usul beragam kerajaan-kerajaan Anglo-Saxon di
Inggris. Salah satu dialek ini, Saxon Barat akhirnya yang berdominasi. Lalu
bahasa Inggris Kuno yang asli kemudian dipengaruhi oleh dua gelombang invasi.
Gelombang
invasi pertama adalah invasi para penutur bahasa dari cabang Skandinavia
keluarga bahasa Jerman. Mereka menaklukkan dan menghuni beberapa bagian
Britania pada abad ke-8 dan ke-9.
Lalu
gelombang invasi kedua ini ialah suku Norman
pada abad ke-11 yang bertuturkan sebuah dialek bahasa
Perancis. Kedua invasi ini mengakibatkan bahasa Inggris "bercampur"
sampai kadar tertentu (meskipun tidak pernah menjadi sebuah bahasa campuran
secara harafiah).
Hidup
bersama dengan anggota sukubangsa Skandinavia akhirnya menciptakan simplifikasi
tatabahasa dan pengkayaan inti Anglo-Inggris dari bahasa Inggris.
[sunting] Bahasa Inggris Purba (Bahasa Inggris
Proto)
Suku-sukubangsa
Jermanik yang memelopori bahasa Inggris (suku Anglia,
Saxon, Frisia, Jute
dan mungkin juga Frank), berdagang dengan dan berperang dengan
rakyat Kekaisaran Romawi
yang menuturkan bahasa Latin dalam
proses invasi bangsa Jermanik ke Eropa dari timur. Dengan itu banyak kata-kata
Latin yang masuk kosakata bangsa-bangsa Jermanik ini sebelum mereka mencapai pulau
Britania. Contohnya antara lain adalah camp (kamp),
cheese (keju), cook (memasak), dragon (naga),
fork (porok, garpu), giant (raksasa), gem (permata), inch (inci),
kettle (ketel),
kitchen (dapur), linen (kain linen),
mile (mil), mill (kincir angin), noon (siang), oil (oli,
minyak), pillow (bantal), pin (paku), pound (pon),
soap (sabun), street (jalan),
table (meja), wall (tembok),
dan wine (anggur). Bangsa Romawi juga memberi bahasa
Inggris beberapa kata yang mereka sendiri pinjam dari bahasa-bahasa lain
seperti kata-kata: anchor (jangkar), butter (mentega), cat (kucing), chest (dada),
devil (iblis), dish (piring, makanan), dan sack (saku).
Menurut
Anglo-Saxon
Chronicle, sekitar tahun 449,
Vortigern,
Raja Kepulauan Britania,
mengundang "Angle kin" (Suku Anglia yang dipimpin oleh Hengest
dan Horsa)
untuk menolongnya dalam penengahan konflik dengan suku Pict.
Sebagai balasannya, suku Angles diberi tanah di sebelah tenggara Inggris.
Liet5uryi 5u6 wsdalu pertolongan selanjutnya dibutuhkan dan sebagai reaksi
"datanglah orang-orang dari Ald Seaxum dari Anglum dari Iotum" (bangsa
Saxon, suku
Anglia, dan suku Jute).
Chronicle ini membicarakan masuknya banyak imigran atau pendatang yang
akhirnya mendirikan tujuh kerajaan yang disebut dengan istilah heptarchy.
Para pakar modern berpendapat bahwa sebagian
besar cerita ini merupakan legenda dan memiliki motif politik. Selain itu
identifikasi para pendatang di Inggris dengan suku Angle, Saxon, dan Jute tidak
diterima lagi dewasa ini (Myres, 1986, p. 46 dst.), terutama setelah diterima
bahwa bahasa Anglo-Saxon ternyata lebih mirip dengan bahasa Frisia daripada bahasa salah satu
sukubangsa yang disebut di atas ini.
[sunting]
Bahasa Inggris Kuno
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Bahasa Inggris
Kuno
Para
pendatang yang menginvasi pulau Britania mendominasi penduduk setempat yang
menuturkan bahasa Keltik. Bahasa
Keltik akhirnya bisa lestari di Skotlandia, Wales
dan Cornwall.
Dialek-dialek yang dipertuturkan oleh para pendatang yang menginvasi Britania
pada zaman sekarang disebut dengan nama bahasa Inggris
Kuno, dan akhirnya bahasa
Anglo-Saxon. Kemudian hari, bahasa ini dipengaruhi bahasa
Jermanik Utara; bahasa
Norwegia Kuna yang dipertuturkan oleh kaum Viking yang menginvasi dan akhirnya bermukim di sebelah timur
laut Inggris (lihat Jórvík).
Para pendatang yang bermukim lebih awal
menuturkan bahasa-bahasa Jermanik dari cabang yang berbeda. Banyak dari akar
kosakata mereka memang sama atau mirip, meski tatabahasanya agak lebih berbeda
termasuk prefiks (awalan), sufiks (akhiran), dan hukum infleksi (takrifan) dari
banyak kata-kata. Bahasa Jermanik dari orang-orang Britania yang berbahasa
Inggris Kuno ini, terpengaruhi kontak dengan orang-orang Norwegia yang
menginvasi Britania. Hal ini kemungkinan besar merupakan alasan daripada
penyederhanaan morfologis bahasa Inggris Kuno, termasuk hilangnya jenis kelamin
kata benda dan kasus (kecuali pronominal). Karya sastra ternama yang masih
lestari dari masa Inggris Kuno ini adalah sebuah fragmen wiracarita "Beowulf". Penulisnya tidak diketahui, dan
karya ini sudah dimodifikasi secara besar oleh para rohaniwan Kristen, lama
setelah digubah.
Kemudian
introduksi agama Kristen di Britania menambah sebuah gelombang baru yang
membawa banyak kata-kata pinjaman dari bahasa Latin dan bahasa Yunani.
Selain
ada yang berpendapat bahwa pengaruh bahasa Norwegia berlangsung sampai pada Abad Pertengahan awal.
Masa
Inggris Kuno secara resmi berakhir dengan Penaklukan
Norman, ketika bahasa Inggris secara drastik dipengaruhi bahasa kaum
Norman ini yang disebut bahasa Norman dan merupakan sebuah dialek bahasa Perancis.
Penggunaan
istilah Anglo-Saxon untuk mendeskripsikan pembauran antara bahasa serta budaya Anglia dan Saxon merupakan sebuah perkembangan modern.
Menurut Lois
Fundis, (Stumpers-L, Jum’at, 14 Des 2001)
- "The first citation for the second definition of 'Anglo-Saxon', referring to early English language or a certain dialect thereof, comes during the reign of Elizabeth I, from an historian named Camden, who seems to be the person most responsible for the term becoming well-known in modern times."
- "Kutipan pertama untuk definisi kedua 'Anglo-Saxon', merujuk pada bahasa Inggris awal atau dialek tertentu dari bahasa ini, muncul selama pemerintahan Elizabeth I, dari seorang sejarawan bernama Camden, yang kelihatannya menjadi orang paling bertanggung jawab untuk menjadi terkenalnya istilah ini pada masa modern."
[sunting]
Bahasa Inggris Pertengahan
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Bahasa Inggris
Pertengahan
Selama
300 tahun setelah invasi kaum Norman di Britania pada tahun 1066,
raja-raja Norman dan kaum bangsawan hanya menuturkan bahasa Perancis dialek
Norman saja yang disebut dengan nama bahasa
Anglo-Norman. Sementara itu bahasa Inggris berlanjut sebagai bahasa
rakyat. Sementara Anglo-Saxon
Chronicle tetap ditulis sampai tahun 1154,
sebagian besar karya sastra lainnya dari masa ini ditulis dalam bahasa
Perancis Kuna atau bahasa Latin.
Sejumlah
besar kata-kata Norman dipinjam dalam bahasa Inggris Kuno dan menghasilkan
banyak sinonim (sebagai contoh diambil ox/beef (sapi),
sheep/mutton (kambing), dan lain-lain).
Pengaruh Norman ini memperkuat kesinambungan perubahan-perubahan bahasa Inggris
pada abad-abad selanjutnya dan menghasilkan sebuah bahasa yang sekarang disebut
dengan istilah bahasa Inggris
Pertengahan. Salah satu perubahannya adalah meningkatnya pemakaian
sebuah aspek unik tatabahasa Inggris yang disebut dengan istilah continuous
tense dengan imbuhan atau sufiks -ing.
Ejaan
bahasa Inggris juga dipengaruhi bahasa Perancis pada periode ini.
Bunyi-bunyi /θ/ dan /ð/
sekarang dieja sebagai th dan bukan dengan huruf Inggris Kuno þ and ð, yang tidak ada dalam bahasa
Perancis.
Selama
abad ke-15, bahasa Inggris Pertengahan berubah
lebih lanjut lagi. Perubahan ini disebut sebagai The
Great Vowel Shift ("Pergeseran Vokal Besar"), dan
dimulai dengan penyebaran dialek London bahasa Inggris yang mulai dipakai oleh
pemerintahan dan munculnya buku-buku cetak. Bahasa Inggris modern sendiri bisa
dikatakan muncul pada masa William
Shakespeare. Penulis ternama dari masa Inggris Pertengahan ini ialah
Geoffrey Chaucer,
dengan karyanya yang terkenal The Canterbury
Tales.
Banyak
sumber sezaman menyatakan bahwa dalam kurun waktu lima
puluh tahun setelah Invasi kaum Norman, sebagian
besar kaum Norman di luar istana berganti
bahasa dan menuturkan bahasa Inggris. Bahasa Perancis kala itu tetap menjadi
bahasa resmi pemerintahan dan perundang-undangan yang bergengsi di luar
dinamika sosial. Sebagai contoh, Orderic
Vitalis, seorang sejarawan yang lahir pada tahun 1075
dan seorang anak ksatria Norman, menyatakan bahwa ia hanya mempelajari bahasa
Perancis sebagai bahasa kedua.
Sastra
Inggris mulai muncul kembali pada sekitar tahun 1200
Masehi ketika perubahan iklim politik dan jatuhnya bahasa Anglo-Norman membuat
hal ini lebih bisa diterima. Pada akhir abad tersebut, bahkan kalangan kerajaan
sudah berganti menuturkan bahasa Inggris. Sedangkan bahasa Anglo-Norman masih
tetap dipakai pada kalangan tertentu sampai agak lama, namun akhirnya bahasa
ini juga tidak merupakan bahasa hidup lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar